Selasa, 20 Mei 2014



POKOK POKOK 
HUKUM PERDATA

PROF. SUBEKTI, S.H.

NAMA : LULUK KURNIAWATI
NIM : 02120004
JURUSAN : AKADEMI KEUANGAN PERBANKAN



I.               KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Hukum perdata dalam arti luas meliputi hukum privat materiil yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan tunggal. Dalam arti sempit sebagia lawan hukum dagang seperti dalam pasal 102 Undang-Undang Dasar Sementara yang menitahkan spembukuan (kodifikasi) hukum di Negara kita ini terhadap Hukum Perdata dan Hukum Acara Pidana, dan susunan serta kekuasaan pengadilan.
Untuk mengerti keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini, perlu kita sekedar mengetahui riwayat politik Pemerintahan Hindia Belanda dahulu terhadap hukum di Indonesia.
Pedoman politik bagi Pemerintah Hindia Belanda terhadap nhukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 “indishe Staatsregeling” (sebelum itu pasal 75 Regeringreglement) yang dalam pkoknya sebagai berikut:
1.      Hukum perdata dan dagang  (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan pidana) harus diletakan dalam kitab-kitab hukum yaitu dikodifisir.
2.      Untuk golongan bangsa Eropa dianut perundang-undangan yang  berlaku di Negara Belanda (asas konkordansi).
3.      Untuk golongan bangsa Indonesia asli dan Timur Asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka baik seutuhnya maupun dengan perubahan-perubahan dan juga diperbolehkan membuat peraturan baru bersama, untuk selainnya harus diindahkan aturan- aturan yang terjadin di antara mereka, dan dapat diadakan penyimpangan jika diminta oleh kepentingan umum atau kebutuhan kemasyarakatan mereka (ayat 2).
4.      Orang Indonesia asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukan di bawah suatu peratuuran bersama dengan bangas Eropa diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Pendudukan inin dapat dilakukan baik secara umum maupun secara hanya tentang suatu perubahan tertentu saja (ayat 4).
Perihal kemungkinan untuk menundukan diri pada hukum Eropa tekah diatur lebih lanjut didalam Staatsblad 1917 no. 12. Peraturan ini mengenal empat macam pendudukan yaitu:
1.      Pendudukan pada seluruh hukum perdata Eropa.
2.      Pendudukan pada sebagian hukum perdata Eropa yang dimaksudkan hanya pada hukum kekayaan harta benda saja ( vermogensrecht, seperti yang telah dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asia bukann Tionghoa).
3.       Pendudukan mengenai suatu perbuatan hukum tertentu.
4.      Penduduka secara diam-diam menurut pasal 29.
Undang-Undang Dasar di negara kita tidak mengenal adanya golongan-golongan warga negara, adanya hukumm yangg berbeda untuk berbagai golongan itu dianggapp janggal. Kita sedang berusaha membentuk suatu kodifikasi hukum nasional. Sementara belum tercapai BW dan WvK masih berlaku, tetapi dengan ketentuan bahwa hakim (pengadilan) dapat menganggap suatu pasal tidak berlaku lagi jika dianggapnya bertentangan dengan keadaan jaman kemerdekaan sekarang ini. Dikatakan bahwa BW dan WvK itu tidak lagi merupakan suatu Wetbeok “tetapi suatu” rechtsboek


II.               SISTEM HUKUM PERDATA

Adanya kitab undang-undang hukum dagang (WvK) disamping kitab undang-undang hukum perdata (BW) sekarang dianggap tidak pada tempatnya karena hukum dagang sebenarnnnnya tidak laiin dari hukum perdata.
Memang adanya pemisahaan hukum dagang dan hukum perdata dalam perundang-undangan kita sekarang ini. Hanya terbawa oleh sejarah saja yaitu karena didalam Hukum Romawi yang merupakan sumber terpenting dari hukum perdata di Eropa meruppakan sumber yang terletak dalam kitab undang-undang hukumm dagang kita sekarang. Sebab memang dalam perdagangan internasional juga dapat dikatakan baru mulai berkemmmbang pada abad pertengahan.
Hukum perdata menurut ilmu hukum sekarangg ini, lazim dibagin dalam empat baigian:
1.      Hukum tentang diri seseorang
2.      Hukum kekeluargaan
3.      Hukum kekayaan
4.      Hukum warisan

Hukum tentang diri seseorang, memuat peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan-perauran perihal kecakapan untuk memiliih hak-hak kecakapann untuk melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang dapat  mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.      
Hukum keluarga, mengatur perihal hubunganhukum yang timbul dari hubungan keluarga, yaitu perkawinan hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dan istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatale.
Hukum kekayaan mengatur perihal nhuubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hak-hak kekeyaan, terbagi aaatas hak-hak yangg berlaku terhadap orang dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hukum waris, mnenggatur hal ikwal tentang benda atau kekayaan seseorang jikalau ia meninggal. Juga dapat dikatakan, Hukum Waris itu mengatur akibat-akibat hubungan keluarga terhadap peninggalan seseorang. Berhubungan dengan sifatnya yang  setengah-tengah ini, hukum waris lazimnya ditempatkan sendiri.

Bagaimana sistem yang dipakai oleh kitab undang-undang hukum perdata?
BW itu sendiri terdiri dari empat buku:
1.      Buku ke I yang berkepala “Perihal Orang” memuat hukumm tentang diri seseorang dan huku kekeluargaan.
2.      Buku ke II  yang berkepala “Perihak Benda” memuat hukum perbendaan serta hukum waris
3.      Buku ke III  yang berkepala “Perihal Aliansi” mengambil hukumkekayaan yang mengenai hak-ahak dan kewajiban-keawjiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak yang tertentu.
4.      Buku ke IV yang berkepala “Perihal Pembuktian dan Lewat Waktu (Daluarsa) memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-allibat lewatt waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.


IV HUKUM BENDA

Pengertian yang paling luas dari perkataan benda ”zaak” ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang. Ada juga pekataan benda itu dipakai dalam arti yang sempit yaitu sebagai barang dapat terlihat saja. Ada lagi dipakai jika yang dimaksudkan kekayaan seseorang.
Undang-undang membagi benda-benda dalam beberapa macam :
·         Benda  yang dapat diganti (contoh : uang) dan benda yang tidak dapat diganti (contoh: seekor kuda)
·         Benda  yang dapat diperdagangkan dan yang tidak dapat diperdagangkan atau diluar perdagangan.
·         Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi.
·         Benda yang dapat bergerak dan yang tidak bergerak.

Tentang hak-hak kebendaan

Suatu hak kebendaan (zakalijk recht)  ialah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda, yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang. Suatu hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap tiap orang yang melanggar hak itu, sedangkann suatu hak perorangan hanyalah dapat dpertahankan terhadap sementara orang tertentu saja atau terhadap suatu pihak. Pembagian tersebut berasal dari bangsa Romawi.

Bezit

Suatu hal yang khusus dalam hukum barat ialah adanya pengetian bezit sebagai hak kebendaan disampingnya atau sebagai lawannya pengertian eigendom atau hak milik atas sesuatu benda.
Bezit adalah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaan sendiri, yang oleh hukum siperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.


Perolehan bezit atas benda yang tak bergerak hanya dengan suatu pernyataan belaka, mungkin menurut undang-undang dalam hal-hal berikut :
·         Jika orang yang akan mengambil alih bezit itu sudah memegang benda tersebut sebagai houder.
·         Jika orang yang mengoperkan bezit itu, berdasarkan suatu perjanjian dibolehkan tetap memegang benda itu sebagai houder.
·         Jika benda yang harus dioperkan bezitnya dipegang seorang pihak ketiga dan orang ini degan persetujuannya bezitter lama mengatakan bahwa untuk seterusnya ia akan memegang benda itu sebagai bezitter baru atau kepada irang tersebut diberitahukan oleh bezitter lama tentang adanya pengoperan bezit ini.

Eigendom
            Eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda. Seorang yang mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan, bahkan merusak) adal saja ia tidak melanggar undang-undang atau hak orang lain.
Menurut pasal B.W. eigendom hanyalah dapat diperoleh dengan jalan :
1.      Pengambilan  (contoh : membuka tanah, memancing ikan) .
2.      Natrekking,  yaitu jika suatu benda bertambah besar atau berlipat karena perbuatan alam, (contoh : tanah bertambah besar sebagai akibat gempa bumi, kuda beranak, pohon berbuah).
3.      Lewat waktu (verjaring).
4.      Penyerahan  (“overdracht” atau “levering”) berdasarkkan suatu titel pemindahan hak yang berasal dari seorang yang berhak memindahkan eigendom.
Dengan demikian, menurut  macam  benda, menurut B.W ada tiga macam levering yaitu:
·          Levering  benda bergerak,
·         Levering  benda tak bergerak,
·         Levering  piutang
 Dalam zaman sekarang yang terpenting ialah cara paling akhir disebutkan itu, yaitu penyerahan. Perkataan penyerahan mempunyai dua arti. Pertama perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka. Kedua perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik tersebut nampak dalam pemindahan hak milik atas benda yang tak bergerak karena pemindahan itu tidak cukup dilaksanakan dengan pengoperan kekuasaan belaka, melainkan harus pula dibuat suatu surat penyerahan yang harus fikutip dalam daftar eigendom.
Hak-hak kebendaan di atas benda orang lain :

Hak Opstal


Hak opstal adalah suatu hak untuk memiliki bangunan-bangunan atau tanaman-tanaman di atas tanahnya orang lain. Hak kebendaan ini, dapat dipindahkan pada orang lain dan dapat juga dipakai sebagai jaminan hutang.


Hak Erfpacht

Hak erfpacht adalah suatu hak kebendaan untuk menarik penghasilan seluas-luasnya untuk waktu yang lama dari sebidang tanah milik orang lain dengan kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun.  Semua hak si pemilik tanah dijalankan oleh orang yang memegang Hak Erfpacht dan pengakuan terhadap hak si pemilik hanya berupa pembayaran ”canon” tersebut.

Vruchtgebruik
            Vruchtgebruik adalah suatu hak kebendaan untuk menarik penghasilan dari suatu benda orang lain, seolah-olah benda itu kepunyaan sendiri, degan kewajiban menjaga supaya benda tersebut tetap dalam keadaannya semula.

Pand dan Hypotheek
            Kedua hak kebendan ini, memberikan kekuasaan atas suatu benda tidak untuk dipakai, tetapi untuk dijadikan jaminan bagi hutang seseorang.

Pandrecht
            Menurut BW Pandrecht adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang bergerak kepunyaan orang lain. Yang semata-mata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas benda tersebu, dengan tujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari pendapatan penjualan benda itu.

Hak reklame
            Sebagaimana diterangkan, seorang penjual barang bergerak yang belum menerima pembayaran harga barangnya, mempunyai suatu penagihan yang diberikan kedudukan istimewa atas hasil penjualan barang tersebut,jikalau barang itu masih berada di tangan si berhutang, yaitu si pembeli. Hak tersebut diberikan si penjual barang dengan tidak dibedakan apakah penjualan telah diplakukan dengan tunai atau dengan kredit.
V. HUKUM PERJANJIAN

1.      Perihal  Perikatan dan Sumber-Sumbernya
Buku III BW berjudul ”perihal Perikatan”. Perkataan perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian.sebab dalam Buku III itu, diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian yaitu perihal perikatan yang timbul dari hal yang melanggar hukum dan perihal perikatan yang timbul adari pengurus kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan.
Adapun yang dimaksud dengan perikatan oleh Buku III B.W. itu ialah: suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak pada yang satu untukmenuntut banrang sesuatu dari yang lainnya sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.
Sifat yang termuaat dalam buku III itu selalu berupa tuntutan, mak juga dinamakan “hukum perhutangan.”  Pihak  yang menuntut dinamakan pihak berpiutang atau “kreditur,” sedangkan pihak yang berwajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau “debitur.”  Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan prestasi yang menurut undang-undang berupa:
1.       Menyerahkan suatu  barang
2.      Melakukan suatu  perbuatan
3.      Tidak melakukan suatu tindakan

2.      Sistem Buku III B.W.
            Buku III BW, terdiri atas suatu bagian umum dan suatu bagian khusus. Bagian umum memuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya. Bagian khusus memuat peraturan-peraturan mengenai perjanjian-perjanjian yang banyak dipakai dalam masyarakat dan yang sudah mempunyai nama-nama tertentu misalnya jual beli, sewa menyewa, perjanjian perburuhan, maatschap, pemberian dsb.

3.      Macam-Macam Perikatan
Bentuk perikatan yang paling sederhana ialah suatu perikatan yang masing-masing pihak hanya ada satu orang dan satu prestasi yang seketika juga dapat ditagih pembayarannya disamping bentuk yang paling sederhana itu terdapat berbagai macam perikatan lain yaitu:
1.      Perikatan bersyarat (Voorwaardelijk)
Suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan bahwa perikatan itu barulah barulah lahir, apabila kejadian belum tentu itu timbul.
2.      Perikatan yang digantungkanpada suatu ketetapan waktu (Tijdsbepaling)
Perbedaann antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah yang pertama merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang  pasti akan datang, meskipun belum dapat di tentukan kapan datangnya, misalnya meninggalnya seseorang.
3.      Perikatan yang membolehkan memilih (Alternatief)
Ini adalah suatu perikatan, dimana dua atau lebih macam prestasi, sedangkan siberhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya, ia boleh memilih apakah ia akan memberikan kuda atau mobilnya atau uang satu juta rupiah.   
4.      Perikatan tanggung menanggung (Hoofdelijk atau solidair)
Ini adalah suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan atau sebaliknya. Beberapa sama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek.

5.      Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dibagi
Suatu perikatan dapat dibagi atau tidak, tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud dari kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian.
6.      Perikatan dengan penetapan hukuman (Strafbeding)
Perjanjian ini digunakann untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalm praktek banyak dipakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan suatu hukuman, apabila si berhutang tidak menepati hutangnya.

4.      Perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang
            Sebagaimana telah diterangkan, suatu perikatan dapat lahir dari undang-undang atau dari persetujuan. Perikatan-perikatan uang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi atas :
·         yang lahir dari undang-udang saja
·         yang lahir dari undang-undang karena perbuatan seorang, sedangkan perbuatan orang ini dapat berupa perbuatan yang diperbolehkan, atau yang melanggar hukuman (onrechtmatig)
Yang dimaksud dengan perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang saja ialah perikatan-perikatan yang timbul oleh hubungan kekeluargaan. Jadi yang terdapat dalam BW misalnya kewajiban seorang anak yang mampu untuk memberikan nafkah pada orang tuanya yang berada dalam keadaan kemiskinan.
5.      Perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian:
·         perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikatkan diri
·         kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
·         suatu hal tertentu yang diperjanjikan
·         suatu sebab (”oorzaak) yang halal, artinya tidak terlarang (pasal 1320).


6.      Perihal resiko, wanprestasi dan keadaan memaksa
Kata resiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian jikalau ada suatu kejadian di luar kesalah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian. Bagaimana resiko ini dalam BW?
Pasal 1237 menetapkan bahwa dalam suatu perjanjian mengenai pemberian suatu barang tertentu, sejak lahirnya perjanjian itu barang tersebut sudah menjadi tanggungan orang yang berhak menagih penyerahannya. Yang dimaksudkan oleh pasal tersebut ialah suatu perjanjian yang meletakan kewajiban hanya pada suatu pihak saja, misalnya suatu schenking. Jadi jikalau seseorang menjanjikan akan memberikan seekor kuda dan kuda ini sebelum diserahkan mati karena tersambar petir, maka perjanjian dianggap hapus. Orang yang harus menyerahkan kuda bebas dari kewajiban untuk menyerahkan. Ia pun tidak usah memberikan sesuatu kerugian dan akhirnya yang menderita kerugian ini ialah orang yang akan menerima kuda itu.
7.      Perihal hapusnya perikatan-perikatan
Undang –undang menyebutkan sepuluh macam cara hapusnya perikatan:
·         Karena pembayaran
·         Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan barang yang hendak dibayar itu disuatu tempat
·         Pembaharuan hutang
·         Kompensasi atau  perhitungan hutng timbal balik
·         Pencampuran hutang
·         Pembebasan hutang hapusnya barang yang dimaksud dalam perjanjian
·         Pembatalan perjanjian
·         Akibat berlakunya suatu syarat pembatalan
·         Lewat waktu\


Apakah yang dapat dituntut dari seorang debitur yang lalai?

Si berpiutang  dapat  memilih antara berbagai kemungkinan.
Pertama, ia dapat meminta pelaksanaan perjanjian meskipun pelaksanaan ini sudah terlambat.
Kedua, ia dapat meminta penggantian kerugian saja yaitu kerugian yang dideritanya karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya.
Ketiga, ia dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.
Keempat, dalam hal suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal balik, kelalaian satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta pada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan permintaan penggantian kerugian.














Daftar pustaka
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta 1989.